Tulisan ini pernah dimuat di
http://www.maknews.id/susahnya-menjelaskan-kasus-setya-novanto-kepada-siswa-sd/
Rek, Rek. Kon duwe anak atau adik yang masih imut-imut duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), gak? Atau, duwe dulur seng sek SD? Atau malah awakmu asline yo sek SD?
Kalau jawaban kamu yes, sekali-sekali coba lihat materi arek-arek iku, terutama mata pelajaran (mapel) PKn. Hayoo, koen.
Ini pelajaran yang mana ya? Ada yang tahu? Bagi yang sudah tua (dan
jomblo kadaluarsa), PKn adalah mata pelajaran yang dulu namanya PMP
alias PPKn.
Di sekolah, selain sebagai wali kelas, saya kebagian
mengajar mapel IPS, PKn dan Bahasa Inggris. Nah di pelajaran PKn dan IPS
inilah saya banyak kejedok jedok. Bukan karena ga iso, secara aku guru gaul yoh! Kalau cuma ngapalno tugas-tugas lembaga negara, aku yo gampang. Gampang lali :p.
Saya seringkali terjedok-jedok dengan materi yang harus diterima oleh murid-murid saya yang masih imut-imut seimut gurunya itu ^_^…
Kejedoknya itu gini lho. Bayangkan, di pelajaran PKn, anak-anak diberi materi lembaga tinggi negara beserta tugas-tugasnya.
Mbokk, sampean saja pasti sejenak rodok mandek trus
mikir, lembaga tinggi negara itu yang mana? Apa yang dipimpin Bapak
Setya Novanto yang Papa Minta Saham tapi baperan, itu? Atau yang
dipimpin menteri SS atau RK (yang kata Pak Menkumham sedang di luar
negeri saat namanya ramai diberitakan bersama papa minta saham itu)?
Yak,
yang dipimpin Papa Novanto itulah yang termasuk lembaga tinggi negara
bersama beberapa lembaga lainnya. Eh eh, tapi bener ya Papa Novanto
masih mimpin DPR? Soalnya kemarin katanya dia mundur? Pake spion gak?
Habis mundur masuk penjara, kan? Ah, paling juga nggak jadi.
Nah
mengajarkan lembaga tinggi negara ini mayan susah menurut saya, sekali
lagi bukan karena ga iso, tapi… Begini, anak SD itu kan dunia yang
paling dikenal adalah yang mereka lihat dan mereka rasakan, yang sedekat
mungkin dengan mereka.
Nah makbedunduk mereka diajak ke
awang-awang menerawang DPR, MPR, Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah
Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), itu
apa?
Kalau presiden, masih lumayan dekat lah ya, secara fotonya
tersenyum selalu kepada mereka di kelas. Nah, lembaga-lembaga lainnya
ini lho, apalagi di sebuah buku ditulis seperti ini:
Wewenang Mahkamah Agung adalah sebagai berikut:
1. Mengadili pada tingkat kasasi
2. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang.
Sampean ae wes, yang nomor 2 mudeng, gak? Bukan bermaksud ngetes Are You Smarter Than 6th Graders
lho ya, tapi untuk menjelaskan nomor 1 saja anak-anak masih perlu tahu
tentang sidang dan pengertian kasasi plus contohnya. Maklum, anak SD
jaman sekarang pada tidak manggut-manggut begitu saja kalau menemui kata
yang baru apalagi aneh.
Untuk menjembatani dunia yang terlalu jauh itulah saya biasanya membarengi pengajaran dengan video (agar bisa dilihat) dan ndongeng
(agar lebih dramatis dan menancap) atau meminta mereka melakukan
observasi mandiri. Namanya saja mengajar anak-anak, maka yang lebih
penting adalah mendidiknya. Kalo cuma ngajar, ketoke aku ga perlu tes
berhari-hari saat masuk jadi guru dulu.
Muatan mendidik untuk
materi lembaga tinggi negara, menurut saya, tentu berkaitan dengan
amanah, kewajiban, kerja sama. Apalagi di buku anak-anak nyata ditulis,
“Presiden juga melaksanakan tugas legislatif bersama DPR, antara lain
dalam hal membentuk undang-undang dan membahas RAPBN yang diajukan
pemerintah.”
Bayangno, urusan peraturan negoro seng sak mene ombone, urusan duwet seng mungkin aku ga iso moco nek ditulis ongkone, itu diatur oleh presiden bersama DPR.
Terus,
dengan DPR yang kemarin saat rapat yang hadir hanya 144 orang dari 555
anggota sehingga rapat paripurnanya ditunda, dengan ketuanya yang
terlibat skandal dan dipetisi orang banyak agar mundur, dengan hasil polling yang menurut masyarakat DPR adalah lembaga terkorup, aku kudu ngomong opo nang muridku? Aku kudu ngomong opo? Aku kudu ngomong opooo, Rek? *Nangis nang ngisore shower.
Misal, aku cerita apa adanya kepada mereka bahwa DPR sedang begitu (apa memang selalu begitu?). Opo aku gak nelongso dewe?
Apalagi, di bab satunya, anak-anak mendapat materi tentang pemilu dan
pemilukada. Ya, untuk memilih wakil-wakil rakyat tadi, bahwa bagi warga
negara yang sudah memiliki hak untuk memilih agar menggunakan suaranya,
kan jadi sambung menyambung ceritanya.
Selain itu, anak SD sekarang pegangannya gadget. Seringkali saya menugaskan mereka untuk melakukan early reading untuk mendapat wacana dari sumber selain buku. Tanpa saya ndongeng,
dengan pemberitaan yang santer seperti inipun anak-anak kalau disuruh
cari info tentang DPR pasti lebih banyak mendapat info yang
negatif-negatif.
Saya pun harus menyiapkan jawaban kalau mereka bertanya, “Miss, kok
gini, kenapa begitu?” Bisa saja saya jawab itu ulah oknum, manusia ada
yang baik ada yang kurang baik. Tapi, oknum itu kan sedikit, kalau
banyak begini, apa masih bisa disebut oknum?
Saya sebagai guru bisa saja cukup mengajarkan apa yang ada di buku dan tidak usah kemiyes mblarah
kemana-mana. Tapi kalau hanya sebatas itu, maka tugas mendidik saya
tidak terjalankan, dan juga tujuan pembelajaran PKn itu sendiri.
Karena,
menurut Depdiknas, salah satu tujuan pembelajaran PKn adalah memberikan
kompetensi berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan serta berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab.
Kembali
ke soal mendidik dalam materi lembaga negara. Saya sih, inginnya,
dengan bangga menunjukkan betapa amanahnya wakil-wakil rakyat yang
dipilih melalui proses yang biayanya bisa buat nikah masal jomblo sak
Nusantara iku.
Pasti masih ada anggota-anggota lain yang
tidak seperti yang diberitakan. Namun mengingat tidak ada asap jika
tidak ada api, maka segala yang ada di berita itu pastilah ada sebab
musababnya.
Itu masih soal menjelaskan DPR yang korup, gak tahu
teko rapat, dan tukaran dewe gak karu-karuan. Belum kalau menjelaskan
soal anggota DPR yang nonton video porno, anggota DPR yang katanya
terlibat prostitusi online, anggota DPR dari kalangan artis yang setiap
reses selalu muncul di Dahsyat. Lalala, yeyeye, lalala, yeyeye…
Hadeeeh. Lama-lama saya sumpek sendiri harus membela nama DPR di depan siswa-siswa SD-ku. Tak resign ae lah! Arep dadi opo, Mbak? Tak dadi anggota DPR!
About Me
- Eka Devi
- I'm a teacher working in SD Islam Al Azhar 35 Surabaya and a freelance translator. Check my website surabayatranslate.com for further information about my translation or contact me @ 087852400566
No Comments
Susahnya Menjelaskan Kasus Setya Novanto Kepada Siswa SD
.